Merasakan banget nggak nyamannya menjadi orangtua yang harus mendampingi anak-anak belajar daring sejak pandemik COVID-19 ini, saya nggak mau terlalu cerewet sebagai orangtua maupun wali murid. Kalau ditanya dari ketiga pihak, baik orangtua, peserta didik, maupun guru, pasti jawabannya lebih suka kembali ke sistem pembelajaran secara offline.
Sebagai orangtua, dengan segala keterbatasan yang dimiliki, memercayakan pendidikan putra-putrinya kepada pihak sekolah dirasa sebagai keputusan terbaik.
Sebagai peserta didik, berada di lingkungan belajar yang kondusif, bertemu dan berinteraksi dengan teman-teman dan guru, jajan di kantin #eh, bermain dengan aneka satwa, adalah beragam pengalaman menyenangkan di sekolah. Yang terakhir itu, adalah pengakuan jujur putri saya saat ditanya apa yang paling dirindukan dari sekolah. Bercocok tanam, bermain sama ular tanah, dan mengejar-ngejar kadal. *LoL

Di awal pembelajaran daring, saya lumayan stress juga dengan metode yang teramat konservatif. Dikirimi link berisi berlembar-lembar modul berisi materi dan worksheet yang saya bayangkan sama dengan belajar di kelas, diberi catatan, lalu ditinggal pergi oleh gurunya. Semakin hari, metode yang digunakan sudah semakin menyenangkan, yakni dengan media pembelajaran yang lebih variatif. Ngerti banget deh saya, butuh waktu bagi rekan-rekan pengajar untuk menyesuaikan diri, terutama terlibat dalam pembuatan materi pembelajaran secara digital. Apalagi kalau selama ini sama sekali nggak pernah bersentuhan dengan berbagai aplikasi editing video dan presentasi.
Sebagai orangtua, saya bijaksana banget, ya? Saya ngikik dulu boleh nggak, nih? Alasan saya berusaha banget buat memahami ya karena saya mengalami yang dirasakan rekan-rekan pengajar. Iya, saya kan seorang guru juga. Ampun, jangan ditimpukin, yak.
Upaya yang Dapat Dilakukan Dalam Mengajar Daring
Sebagai seorang guru, saya sih maunya bisa mengajar tatap muka. Tapi keinginan itu di masa pandemik begini sih masih sebatas mimpi. Daripada terlalu banyak mengeluh, mengupayakan langkah nyata tentu lebih berguna. Powerpoint benar-benar jadi teman setia, deh.
Sebenarnya saya baru mulai mengajar saat pandemik ini. Dulu banget memang pernah mengajar. Tapi total berhenti saat saya mulai kerja kantoran. Yaaa, sambil mengajar tipis-tipis buat anak-anak di rumah, sih.
Ini beberapa upaya yang saya lakukan dalam mengisi pembelajaran daring:
Menyiapkan Materi Pembelajaran
Menyiapkan materi pembelajaran daring sudah pasti berbeda dengan pembelajaran tatap muka. Meskipun nggak bisa dibilang 100% berbeda. Bagi pengajar yang terbiasa mengajar di kelas menggunakan slide presentasi, tentu sudah familiar dengan yang namanya powerpoint. Hanya beda di cara menyampaikan saja, kan.
Nah, kalau yang sehari-hari masih sebatas menuliskan di atas whiteboard atau malah papan tulis, gimana? Tentu usaha yang dilakukan jadi lebih besar.
Pastinya, materi ini sifatnya wajib. Nggak mungkin juga mengajar tapi nggak menyiapkan materi. Untuk guru di sekolah pasti sudah punya panduan dasarnya. Nah, bagi guru privat seperti saya, memang harus benar-benar menyiapkan kurikulum sendiri setidaknya untuk satu bulan ke depan.

Menumbuhkan Semangat Belajar dengan Obrolan Ringan
Membuka kelas secara menyenangkan efektif menumbuhkan semangat belajar peserta didik. Yang tadinya ogah-ogahan jadi semangat, yang tadinya sudah semangat jadi semakin semangat. Saya memilih untuk bersikap fleksibel, menyapa mereka, menanyakan kabar, ngobrolin hal-hal receh dulu, bercanda-bercanda dulu, baru deh memulai materinya.
Tujuannya menyesuaikan dengan kondisi peserta didik yang selama belajar dari rumah tentu lebih santai dibandingkan biasanya. Kalau tiba-tiba langsung diisi dengan materi yang berat, saya khawatir sih mereka menjadi nggak nyaman.
Meningkatkan Kemampuan Mengolah Teknologi Digital
Sudah bicara dorang-daring dari tadi, tentu yang namanya ketrampilan dalam menggunakan beragam aplikasi termasuk presentasi dan video editing, nggak bisa dielakkan.
Saya banyak mengeksplor penggunaan slide presentasi menggunakan PowerPoint, Canva, dan dimodifikasi melalui video editing. Repot? Ya lumayan, sih. Butuh waktu tambahan bahkan sampai tengah malam. Nah, segini saya jadi pengajar privat. Yah, meskipun masih ada pekerjaan utama yang satu lagi, sih. Tapi kebayang dong ya, usaha yang harus dilakukan tenaga pengajar di sekolah? Pastinya lebih besar, tuh.
Menurunkan Ekspektasi
Metode pembelajaran online belum tentu cocok untuk semua orang, sih. Saya salah satu orang yang memilih pembelajaran online sebagai pilihan terakhir.
Dengan kondisi ini, saya memilih untuk menurunkan ekspektasi tujuan pembelajaran supaya peserta didik bisa belajar dengan lebih rileks. Saya beruntung sih, karena mengajar privat di kelas Bahasa Inggris, saya bisa lebih banyak mengisi pertemuan dengan materi pendukung seperti membuat cerita lewat tulisan, bercerita secara verbal, atau menyiapkan media audio untuk didengarkan dan dituliskan ulang oleh peserta didik.
Jadi belajar bisa tetap menyenangkan, deh.
Menjalin Komunikasi dengan Orangtua Siswa
Pada sistem pembelajaran tatap muka, seorang pengajar harus mempunyai hubungan yang baik dengan orangtua siswa. Di era pandemik ini, komunikasi yang terjalin dengan orangtua siswa harus lebih erat lagi.
Mau bagaimanapun, orangtua adalah orang yang paling tahu kondisi putra-putrinya ketika belajar. Apakah siswa dalam kondisi sehat, suasana hatinya tengah buruk atau menyenangkan, dan kendala yang dialami selama belajar di rumah.
Tentunya, informasi tersebut penting banget agar seorang guru tahu strategi yang harus dilakukan untuk melanjutkan pembelajaran daring.
Tetap Semangat; Banyak Bersyukur
Saya bisa banget mengupayakan semua tips-tips di atas, bukan karena saya jago. Harus disadari, saya bisa mengupayakannya karena kondisi dan fasilitas yang mendukung. Peralatan kerja seperti laptop dan ponsel semua dalam kondisi bagus. Earphone saya punya dua pasang. Aplikasi yang dibutuhkan tersedia. Saya nyaris nggak ada masalah dengan jaringan internet kecuali tengah mati listrik atau belum bayar tagihan internet. *Eh
Jadi, malu banget kalau patah semangat atau ogah-ogahan. Malah harus banyak bersyukur karena diberikan kemudahan.
Seperti yang saya bilang, nggak semua orang cocok dengan metode pembelajaran daring. Ya itu tadi, saya contohnya. Tapi kalau kita masih diberikan kesempatan belajar dan membagikan ilmu, apa yang mau dikeluhkan?
Sambil banyak-banyak berdoa tentunya agar pandemik segera usai dan kegiatan belajar-mengajar kembali seperti dulu lagi.
Full of love,
Melina Sekarsari
melinase
Hai, Saya Melina. Mom of two kids, living within good books and extraordinary people. Terima kasih sudah berkunjung. Untuk kontak personal, silakan mengirimkan email ke melinanesia@gmail.com.
69 comments
Saya sebagai orang tua murid, poin yang paling terasa adalah ujian kesabarannya. Hehe… Selain banyak tugas negara (nginem), bantu usaha suami, serta pengen punya me time sebagai Blogger, tetap harus waras dan tenang saat menemani dan membantu anak belajar.
hahahaha saya banget ini…
sabar harus terus terisi.
pernah gak ‘gak sabar’?
ya pernah. bukan cuma mood anak yang bagus, mood emaknya kudu bagus jugak, biar belajarnya gak pake suara keras.
pernah pake suara keras?
ya pernah jugak… tapi cepat cepat bikin hal konyol biar anaknya ketawa lagi.
sungguh pengalaman luar biasa gegara pandemi ini…
Pasti pernah ya, Mom. Namanya juga manusia yang penuh khilaf, ehhh … hihihi …
Kalau suara habis meninggi saya biasanya suka nyesel gitu, sih. Tapi kadung ngamuk, ya biarin aja deh hahaha …
Sepakat bgt tipsnya mbak. Rasanya susah banget mencapai target untuk belajar online, blmlagi ditempatku byk juga yg ga punya hp dan paket data. Memang komunikasi dan kerjasama dg org tua siswa jd kunci supaya belajar online tetap lancar
Itu dia, Mbak. Targetnya jangan tinggi-tinggi dulu, deh. Semuanya masih sama-sama beradaptasi. Semoga pandemik lekas berlalu, ya.
Menurunkan ekpektasi…bener banget ini. Kalau Mbak Mel dari sisi pengajar ya, kalau aku dari sisi orang tua. Sebelumnya kasih masukan ke anak begini begitu saat sebelum pandemi, sekarang ya sudahlah, disesuaikan saja sama sekolah aja…kalau berlebihan juga ku tak sanggup mengajar kekurangannya karena aku ibu bukan guru huhuhu.
Aamiin, semoga pandemi segera pergi dan sekolah berjalan secara tatap muka lagi.
Anak-anak di rumah juga belajarnya santai, Mbak. Kasihan juga kalau terlalu serius, soalnya aku malah jadi emosian, hahaha …
Yang penting mereka menikmati proses belajarnya dulu deh, ya.
Tetap semangat dan banyak bersyukur. Aih iyaa yaa mbak. Kalau kita hanya terfokus pada susah-susahnya dan terus-terusan mengeluh malah capek sendiri. Baiknya ya itu, semangat dan banyak bersyukur. Bersyukur karena kita masih dilengkapi dengan fasilitas yang memadai. Sungguh di luar sana banyak sekali yang serba gak punya 🙁
Dinikmati dulu aja ya, Mbak. Kondisi ini dirasakan semua orang. Satu dunia malahan, ya.
Terima kasih sharingnya mba, jadi bisa memahami banyak keadaan. Iya tetap mesti semangat ya mba semoga pandemi segera berlalu ^_^
Iyes, Mbak. Bukan masanya saling menuntut kan, ya.
Aamiin Ya Robbal Aalamiin.
Aku sebagai kakak yang jadi pengawas adek-adekku sekolah daring, cukup kerepotan saat pagi hari. Tapi bener tipsnya, yang penting harus sabar ya mba
Sabar mah wajiiib. Jangan sampai daring bikin darting kan, ya? 😀
Memang harus banyakin stok sabar ya kak me.. ditambah menurunkan ekspektasi. Kadang orangtua kepengen hasil yang sama dengan hari biasa di sekolah. Makanya banyak kejadian orangtua gak sabar. Bawaannya darah tinggi
memang, Mbak Melina. Kalau saya ditanya, enakkan anak belajar daring atau di sekolah, saya langsung jawab di sekolah. karena menurut saya, anak-anak itu lebih cepat memahami dan meresap, kalau diajarkan langsung materinya oleh guru. Soalnya ada anak-anak yang lebih serius belajar dengan gurunya, dibandingkan diajari oleh orang tua.
Tapi karena masih pandemi, segala sesuatu harus disesuaikan. Dan Alhamdulillah sekarang sduah agak terbiasa. Pukul 7 pagi, krucil sudah siap menanti tugas dari gurunya lewat grup WA atau classroom. Lalu mulau proses belajar atau mengerjakan tugas sampai pukul 12 siang.
Malamnya lanjut belajar lagi.
Karena seharian saya juga kerja, anak-anak saya pun belajarnya shift malam Mas, hahaha … Pokoknya kita menyesuaikan diri lah yaaa.
Refrensi banget nih buat aku,memang lagi butuh asupan tulisan yang Perlu di baca buat bahan pembelajaran diri untuk si kecil
Semoga bermanfaat ya, Mbak …
sebagai orang tua memang harus banyak bersyukur dan bersabar dalam menghadapi belajar daring saat pandemi ini karena butuh kesabaran saat anak tidak mengerti yg mana guru memberikan penjelasan kepada muridnya
Menjalin komunikasi dg ortu siswa penting banget ya, biar ada trafik dua arah antara pengajar daring dg pengajar di rumah alias ibunya hehe… btw jangan sampai daring bikin darting yes…alias darah tinggi aka hipertensi (kl gak sabar). Oke Mba Melina, tfs yaa
Iyesss … Kan secara fisik guru beneran nggak lihat peserta didiknya gimana kondisinya. Saling kerjasama lah ya.
keren, mbak!
beneran ya, pandemi bikin banyak hal berubah. tergantung kitanya, mau berdamai dan terus berkarya atau menggerutu saja
Menggerutu malah capek sendiri ya. Terus kalau capek jadi laper. Terus makan melulu, hahaha …
Wah, saya Juga guru di wilayah pinggiran di Papua, yg akses ke tempat mengajar 1 jam, Pembelajaran Online baik bagi wilayah yg lengkap sarana dan prasarana,
Di tempatku berbanding terbalik inginnya menerapkan belajar online minimal lewat WA lah, tapi mau di apa kebetulan lokasi di pinggiran, Orang tua siswa saja rumahnya terkadang belum ada listrik, atapnya masih pake daun sagu kebanyakan, jangankan mau beli Paket Internet.
Tapi tetap belajar jalan meski seadanya, tetap semangat Mbak dan rekan-rekan Guru Khususnya yg di daerah.
Wah, kebayang ya gimana tantangannya kalau menghadapi lingkungan dengan keterbatasan seperti ini. Salut dengan Mas Arif dan rekan-rekan seperjuangan di daerah. Semangat mengajar tentu nggak pernah padam. Semoga Tuhan mudahkan terus berbagi ilmu dan mendidik anak-anak dengan cara sesederhana apapun itu.
upaya-upaya yang dilakukannya sangat bagus kak, apalagi menjalin komunikasi dengan orang tua murid menurut saya itu sangat penting, karena belajar daring seperti saat ini kontrolnya tidak hanya di guru saja tetapi juga dari orangtua karena mereka tidak tinggal di sekolahan, jadi peranan orang tua sangat membantu untuk memaksimalkan pembelajaran secara daring
Bagaimanapun, orangtua adalah orang yang paling bertanggungjawab atas perkembangan buah hatinya ya, Mbak. So, harus mau bekerjasama dengan baik dengan bapak dan ibu guru.
Waaah… Senasib nih mb..
Sama sy juga menurunkan ekspetasi biar terus hepi. Secanggih2nya teknologi masih menyenangkan pembelajaran tatap muka lgsung..
Kalo saya pribadi, baik pembelajaran daring atau tatap muka sama senangnya, sih. Mungkin karena pas kuliah dulu sering pake metode e-learning (di UT).
Nah, pas kondisi begini, si sulung udah SMP tapi mondok. Sempat ngerasain dampingi dia nyantri online karena sempat ‘dirumahkan’ selama 3 bulan. Seru, hehe. Kadang emang ada kendala di materi yang kurang diolah dengan baik. Alhasil emaknya deh yang ikut bantu menguraikan.
Nice tips juga tuh pengalaman ngajarnya. Sip.
Sebagai guru daring, poin poin di atas emang pas banget mba, apalagi kedekatan antara guru dan siswa karena toh kita ga bisa bertatap muka jdi harus ada semacam kliknya
Pandemi merubah hampir semuanya yah. Semoga semua diberi kesabaran. Semoga semua lekas berlalu
Setuju kak, memang harus diperbanyak rasa syukurnya ya. Agar apapun kondisi hati selalu bahagia.
Iyes, gimana pun, kita masih punya kesempatan belajar juga kok.
Nah, untuk poin menurunkan ekpektasi ini, benar-benar harus legowo dari awal ya mba. Khususnya, menyamakan persepsi dengan para ortu kalau output pada anak nantinya beragam dan bisa jadi kurang maksimal lantaran keterbatasan interaksi. Hhmm, mesti jadi catatan nih
Di masa normal menuntut lebih pun sebenarnya kurang baik juga. Apalagi di tengah keterbatasan ini kan, ya.
Merasakan pembelajaran daring di masa pandemi ini untuk orang tua memang butuh kesabaran untuk tetap menjaga semangat anak dalam belajar.
Benar banget Mbak. Untuk menjaga kemauan anak tetap belajar memang butuh model belajar yang variatif jadi tidak mudah bosan dan menjalin kerjasama antara guru dan orang tua. Semoga kondisi ini segera berlalu dan jadi lebih baik lagi.
Aamiin Ya Robbal Aalamiin … Tetap semangat yuk kita semua.
Saya berulang kali menekankan pada anak-anak untuk bersyukur karena masih punya gadget dan kuota karena di luar sana bisa jadi terkendala salah satunya. Pokoknya tetap belajar dan bergerak, Hasilnya gak perlu perfectlah. Toh masa ini memang masa sulit.
Nah, penting juga ya bicara sama anak-anak. Aku pun nggak menuntut banyak sama anak-anakku. Pokoknya semangat belajar dulu aja.
Banyak cerita mengenai metode pembelajaran selama pandemi ini ya mba. Dari yang bikin emosi, bikin sedih, bikin haru, hingga yang bikin ngikik, hehehe semua ada kisahnya sendiri. Tetap dan terus berdoa semoga pandemi segera berakhir
Bener loh, beragam cerita. Nggak hanya yang bikin stress dan emosi, cerita lucu pun banyak banget, hahaha …
Aamiin Ya Robbal Aalamiin. Ini menjadi doa seluruh umat manusia sedunia ya, Mbak.
Benar ini, enggak semua orang cocok dengan metode pembelajaran daring. ini . Tapi kalau kita masih diberikan kesempatan belajar dan membagikan ilmu, mengapa tidak? Mesti kita syukuri apapun itu. Tetap semangat belajar dan mengajar secara daring Mbak Mel
InsyaAllah terus semangat. Terima kasih, Mbak Dian …
Saya juga belajar berdamai dengan keadaan demi anak, kalau kita banyak mengeluh terus bagaimana dengan semangat anak, tentu mereka akan semakin tidak mempunyai minat untuk belajar. Apalagi kalau masih usia SD, wah harus banyak-banyak sabarnya, karena kita tidak hanya meminta mereka menyelesaikan tugas, tetapi harus bisa juga menjaga mood yang naik turun. Semangat buat kita semua dan para pendidik.
Usia pendidikan dasar ya Mbak, duh beragam deh ujiannya. Namanya juga masih anak-anak kan, ya?
Penuh tantangan banget ya menjadi pengajar di tengah pandemik ini, memang kudu ada komunikasi yang baik juga antara guru dan ortu murid, biar bisa lebih mudah menyampaikan pelajaran.
Meskipun, menurut saya, tetap anaknya yang kudu diingatkan, kalau yang sekolah mereka, dan harus bertanggung jawab even sekarang belajarnya online 🙂
Bangeeet. Untuk pelajar pendidikan menengah dan atas, seharusnya sudah bisa lebih bertanggungjawab. Pelajar usia dasar semestinya bisa lebih fleksibel karena mereka juga masih anak-anak. Kelas 4, 5, dan 6 boleh lah sudah belajar mandiri. Sayangnya, nggak semua orangtua mempunyai perangkat untuk PJJ juga. Ini nih sedihnya.
Serius tingkat tinggi deh jadi orang tua saat masa belajar dari rumah ini. Jadi tahu banget gimana susahnya mengajarkan anak pelajaran. Banyak yg tidak sesuai ekspektasi memang, dan karena itu salah satu tips yg harus kita kuasai adalah menurunkan standar penilaian serta harapan yg tinggi.
Tetap mensyukuri semuanya ya Mbak. Kalau ingat ke sana hati jadi lebih adem, memang
Semua sama-sama dalam kondisi nggak biasa ya, Teh. Jadi memang harus luwes juga menyesuaikan diri. Jangan terlalu kaku sama anak.
Aku mau nangis ngajar 3 anakku di rumah mbak. Gimana enggak, satu orang dalam satu hari bisa dapat 3 tugas. Sementara aku ngajar 3. Kelas 1, kelas 3, kelas 6. Semua mau dilihat dan kadang dijelaskan ulang. Mau ngomong sama gurunya nanti dibilang ortu yang malas ngajarin anak. Ya Allah… Babyku 9 bulan pula lagi aktif2nya ke mana-mana.
Huaaa … Toss lah, Mbak. Aku nggak sampai pengen nangis tapi beneran kepala sakit banget. Butuh kesabaran dan kelapangan hati memang, ya. Semoga kita semua senantiasa dimudahkan ya, Mbak …
nah ini poin bagusnya mbak, meski pengajar jangan berhenti belajar. era sekarang meski pinter berinovasi agar anak2 lebih mudah memahami materi ya
Pakai cara konservatif bisa dadah babay ya, Kak.
Iya nih Mba Mel, harus banyak berdoa semoga pandemi cepat berakhir. Sudah jalan 6 bulan kok engga ada perubahan. Semangat selalu yaa mengajar daringnya. Semakin kreatif dengan materi ajar yah…
Aamiin … InsyaAllah, Bundaaa …
Benar mbak, musim pandemi ini membuat para pengajar makin inovatif dan memang harus adaptif ya mbak
Tepat sekali. Kalau kaku, bubar jalan deh peserta didiknya, hahaha …
Sebagai seorang guru TK, memang agak susah buat video call sehingga kami bikin channel youtube sendiri. Kita jadi semakin mahir teknologi ya bu dengan adanya pandemi ini hihi
Iyaaa, guru jaman sekarang jadi banyak yang punya channel, ya. Sebuah perkembangan bagus.
Ternyata begitu ya dari sisi wali murid plus orangtua. Mau nggak mau harus beradaptasi juga. Semua sepertinya memang lebih suka kegiatan belajar offline. Yah semoga pandemi ini cepatlah usai
Nggak enak ya hanya melihat murid dari layar. Bedaaa gitu …
Belum ngerasain riweuhnya SFH karena anak belum sekolah hehe tapi baca cerita Mba Melina jadi tahu banget perjuangan siswa, guru dan orangtua dimasa pandemi ini.
Luarbiasa sekali ya ternyata, banyak yang harus disesuaikan.
Semoga pandemi segera berlalu dan bisa kembali belajar di sekolah ya Mba
Selamaaat … Selamat menikmati ya hari-hari bersama bocil tanpa drama PJJ. Luar biasa pokoknya mah, hahaha …
Jangankan yg harus mendampingi anak-anak masih kecil, yang anak2 udah abg aja, bener-bener kudu panjang sabar. Wkwkwk. Skrg kendorin target ajalah, Targetnya tetep idup, sehat, kalau bisa ya hepinya lebih banyak.
Wah, kirain yang udah ABG bisa lebih lancar karena faktor usia, Mbak. Ternyata cuma beda tantangan ya, hahahaha …
Kemarin habis menerima home visit dari ustazahnya anakku. Jadi tahu bagaimana pusingnya ustazah menghadapi sekolah daring ini. Jadi belajar bikin video dll. Masya Allah semangat semua guru dan orangtua..
Semua guru akhirnya mempelajari teknologi digital lebih mendalam, hihihi …
Sebagai seorang pendidik, bukan hanya materi yang perlu dipersiapkan. Tetapi, selalu mengupgrade skill di bagian teknologi komunikasi sangat diperlukan sekarang ini ya, Mbak.
Nah, itu tepat sekali, Mbak.